Pasuruan, Jawa Timur
Senin, 23 Juni 2025

Tradisi Lebaran Suku Aboge Tetap Hidup di Zaman Modern

Portalarjuna.net, Malang­­­- ­Ketika gema takbir telah bergema dan masyarakat Indonesia larut dalam hangatnya momen Idul Fitri, ada satu sudut di Jawa Timur yang masih terasa tenang. Di Dusun Tegalrejo, Desa Ketindan, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, masyarakat Suku Jawa Aboge memilih untuk merayakan Lebaran esok harinya. (06/04/2025)

Bukan tanpa alasan, masyarakat Suku Jawa Aboge melakukan tradisi turun-temurun ini yang sering disebut “Wong Jowo Lawas”. Mereka menganut sistem penanggalan sendiri yang disebut Aboge yakni singkatan dari “Alif Rebo Wage”. Dalam sistem ini, Hari Raya Idul Fitri bisa jatuh sehari atau bahkan dua hari setelah yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Ini bukan soal menolak ketetapan pemerintah, tapi lebih pada menjaga tradisi leluhur,” ujar Ibu Suwarni, salah satu warga setempat. Puasa dan Salat Id tetap mengikuti pemerintah, namun perayaan Lebaran yang ditandai dengan silaturahmi dan saling memaafkan baru dilakukan keesokan harinya, setelah menggelar selamatan atau kenduri Syawal. Tradisi ini dikenal dengan istilah “nepakno dino” atau memilih hari baik untuk memulai sesuatu yang penting. Masyarakat percaya, dengan memulai Lebaran di hari yang bagus, mereka akan mendapat keselamatan, keberkahan, dan rahmat di tahun yang baru.

Pemandangan khas pun bisa ditemukan di pagi hari sepanjang jalan pedesaan. Mercon gantung atau petasan yang digantung dan dinyalakan di pagi hari menjadi penanda dimulainya Lebaran versi Suku Aboge. Suaranya yang khas mengundang perhatian warga, seolah berkata “Hari ini kami berlebaran.” Barulah setelah itu, suasana desa menjadi hidup dengan warga yang mulai saling berkunjung dan bersilaturahmi.

Menariknya, meskipun komunitas Aboge kini semakin sedikit dan sebagian besar warga Desa Ketindan tidak lagi menganut sistem ini, rasa toleransi dan penghargaan terhadap tradisi leluhur tetap terjaga. Warga sekitar tetap memberi ruang bagi budaya yang sudah berakar kuat ini sehingga menjadikannya bagian dari mozaik kebudayaan lokal yang unik dan berwarna.

Tak hanya di Ketindan, tradisi serupa juga masih bisa ditemukan di desa-desa lain di kaki Gunung Arjuno, seperti Sumberawan di Singosari dan Tambakwatu di Purwosari. Meski perlahan memudar, tradisi Aboge tetap menjadi cermin dari kearifan lokal yang memadukan spiritualitas, budaya, dan harmoni sosial.

 

Author : Afina Salsabila F.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tulisan Terakhir

Advertorial