Pasuruan, Jawa Timur
Minggu, 28 Desember 2025

KISAH SANTOSO, PEKERJA MARJINAL DI TAMANDAYU YANG BERTAHAN LEWAT MINIATUR LIMBAH DAN RASA SYUKUR

Portalarjuna.net, Pasuruan – Di tengah hiruk-pikuk kendaraan yang melintas di perempatan Tamandayu, sosok pria berhidung ramah itu tampak sibuk menyusun beberapa potongan limbah menjadi
sebuah bentuk. Dialah Santoso, pria berusia 51 tahun yang sejak tahun 2015 menggantungkan hidup sebagai pekerja marjinal dengan kreativitas dan kesabaran.

Setiap hari, Santoso menempuh perjalanan cukup jauh dari rumahnya di Japanan menuju Pandaan. Dengan motor tuanya, ia tetap berangkat meski cuaca tak menentu. “Yang penting biar jelek, yang penting nggak nyiksa,” ujarnya sambil tertawa kecil, menandakan sikapnya yang tidak ingin merepotkan siapa pun.

Hidup dari Pesanan yang Tak Lagi Ramai

Sebelumnya, Santoso bekerja sebagai pembuat relief taman dan kolam. Namun, pekerjaan itu kini mulai ditinggalkan. Menurutnya, selera masyarakat terhadap seni relief mulai memudar. “Sekarang orang sudah nggak banyak pesan relief tebing dan kolam. Dulu saya sering garap perumahan. Tapi sekarang hilang, orang sudah nggak punya jiwa seni seperti dulu,” ungkapnya.

Karena pesanan relief semakin sepi, Santoso beralih membuat miniatur kapal perang, tank, dan helikopter dari limbah. Kreativitasnya tumbuh dari keinginan untuk tetap produktif meskipun kondisi semakin sulit. Tak hanya itu, ia juga sesekali menjadi cosplayer robot untuk menghibur anak-anak di jalan. “Motivasinya ya menghibur. Menghibur anak-anak, menghibur orang. Ya biar hidup ini ada senengnya,” katanya.

Tantangan Usia dan Realitas Ekonomi

Dengan usia yang tak lagi muda, kondisi fisik menjadi salah satu tantangan terbesar. “Tenaga sudah nggak kayak dulu,” ucapnya pelan.

Selain itu, kondisi ekonomi turut menjadi tekanan tersendiri. Jika hujan turun, Santoso tidak bisa keluar mencari nafkah. “Kalau saya nggak keluar, nggak ada uang masuk. Kebutuhan sekarang banyak, kadang dapat hari ini, besok masih kurang.”

Meski begitu, ia tetap memilih untuk tidak meminta bantuan. “Saya orangnya mandiri dari dulu. Saya nggak minta bantuan apa-apa. Yang penting saya bisa kerja.”

Mengasuh Anak Seorang Diri

Santoso kini hidup hanya dengan satu anak setelah istrinya meninggal dunia. Dengan segala keterbatasan, ia berusaha agar anaknya bisa menggenggam masa depan yang lebih cerah. “Harapan saya ya buat anak ini. Biar sukses. Saya susah nggak apa-apa, yang penting anak jangan seperti saya,” ucapnya dengan mata yang tampak menyimpan banyak cerita.

Bersyukur sebagai Pegangan Hidup

Walau hidupnya penuh tantangan, Santoso tetap memandang dunia dari sudut yang penuh syukur. “Di dunia ini sebenarnya nggak ada hidup baik,” ujarnya sambil tertawa kecil.

“Tapi yang penting kita mensyukuri apa adanya. Kalau lihat ke atas nggak mungkin bisa. Saya lihat ke bawah, masih banyak yang lebih susah.” Kata-kata sederhana itu menunjukkan bahwa kebijaksanaan tidak selalu lahir dari kemewahan, melainkan dari pengalaman panjang menghadapi kerasnya hidup.

Tetap Bertahan di Tengah Keterbatasan

Santoso tetap bekerja setiap hari, meski peluang semakin kecil. Keuletannya merangkai limbah menjadi karya, serta tekadnya menghibur warga sekitar, menjadikannya salah satu wajah ketangguhan di tengah kehidupan marjinal.

 

Author : Galby M. Salji F.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tulisan Terakhir

Advertorial