PortalArjuna.net, Pasuruan – Pondok Pesantren Ngalah, (22/11/2025). Di tengah kesibukan harian yang tak pernah sepi di Pondok Pesantren Ngalah, sosok Elza Fakhrur Rozi (29), yang lebih dikenal sebagai Elza, telah menjadi pilar di Kantin Asrama A. Lebih dari sekadar pelayan, Elza adalah pengabdi yang menguntai kisah tentang ketahanan spiritual dan perjuangan ekonomi. Kisah ini menjadi cerminan nyata dari kelompok marjinal yang membuktikan bahwa keterbatasan latar belakang keluarga tidak mampu tak mampu memadamkan api pengabdian dan cita-cita.
Perjalanan Elza di Pondok Pesantren Ngalah dimulai pada tahun 2012. Dengan semangat yang membara untuk mendalami ilmu agama, ia membulatkan tekad untuk mondok. Namun, ia datang dengan beban realitas: kondisi finansial keluarga di rumah yang serba kekurangan.
Masa-masa awal adalah ujian berat. Elza harus berjuang keras dengan keterbatasan uang saku dan kebutuhan pribadi, seringkali merasa enggan untuk terus-menerus membebani orang tua yang sudah berjuang mati-matian. Tekanan ini, alih-alih membuatnya menyerah, justru menumbuhkan benih kemandirian dalam dirinya.
“Saya tahu orang tua saya sudah berkorban banyak. Saya tidak ingin menambah pikiran mereka. Jika saya ingin bertahan di pondok dan menyelesaikan pendidikan, saya harus mencari jalan lain, sebuah jalan pengabdian,” ujar Elza mengenang masa-masa sulit tersebut.
Jalan tersebut akhirnya terbuka pada tahun 2016. Kala itu, Elza tengah berada di kelas 2 setingkat SMA dalam jenjang pendidikannya di pesantren. Ia memutuskan untuk mengajukan diri untuk berkhidmah secara langsung di Kantin Asrama A. Ini adalah keputusan krusial, sebuah langkah strategis untuk membiayai studinya sendiri sambil tetap berada di lingkungan pendidikan.
Pengelola kantin, melihat ketulusan dan kesungguhan hati Elza, memberikan kepercayaan penuh. Elza memulai pengabdiannya dari hal-hal kecil, seperti membantu persiapan dapur dan menjaga kebersihan. Namun, seiring waktu, ia dipercaya memegang amanah yang lebih besar, mulai dari manajemen stok hingga transaksi harian.
“Sejak tahun 2016 itu, Kantin Asrama A bukan lagi sekadar tempat mencari nafkah, melainkan ladang pengabdian saya. Ini adalah cara saya berterima kasih kepada pesantren karena telah menerima saya, santri yang kebetulan berasal dari keluarga tidak mampu,” tegas Elza.
Amanah pengabdian Elza di kantin menuntut disiplin waktu yang luar biasa. Setiap harinya, ia harus lihai membagi fokusnya antara kegiatan wajib pesantren—mengaji, salat berjemaah, dan sekolah formal—dengan tugas pengabdiannya di kantin.
Pagi Hari: Berkhidmah menyiapkan sarapan dan kebutuhan logistik kantin, sebelum memulai pelajaran.
Siang dan Sore: Waktu padat melayani ratusan santri yang berdatangan, mengurus kas, dan memastikan kebersihan kantin terjaga.
Malam Hari: Baru setelah semua urusan khidmah selesai, ia dapat kembali fokus kepada buku dan kitabnya, seringkali hingga larut malam.
Sikapnya yang tulus, jujur, dan bertanggung jawab dalam mengemban amanah pengabdian ini membuatnya sangat dihormati. Integritas Elza tidak pernah diragukan, dan ia menjadi contoh nyata bagaimana seseorang dapat menjalankan dua peran penting—sebagai santri penuntut ilmu dan sebagai pengabdi yang melayani—dengan hasil yang sempurna.
Kisah Elza, yang kini sudah menginjak usia 29 tahun dengan hampir satu dekade pengabdian, telah melampaui sebutan sekadar penjaga kantin. Ia adalah simbol kemandirian dan ketekunan bagi santri lain, terutama yang juga berasal dari golongan ekonomi lemah.
Pengasuh Pondok Pesantren Ngalah seringkali menjadikan Elza sebagai teladan. Ia membuktikan bahwa pengabdian yang tulus, bahkan dalam lingkup sederhana, adalah jembatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan masa depan yang lebih cerah, terlepas dari label kaum marjinal.
Melalui pengabdiannya di Kantin Asrama A, Elza Fakhrur Rozi telah berhasil mengubah keterbatasan menjadi kekuatan, mewariskan pelajaran berharga bahwa sejatinya, pengabdian yang dilandasi niat baik adalah investasi terbaik bagi kehidupan.
Author: Mu’id













