Pasuruan, Jawa Timur
Minggu, 8 September 2024

Tentukan Pilihan, untuk RM Yudharta Masa depan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Portal Arjuna Jatim-Menjelang Pesta demokrasi mahasiswa Universitas Yudharta Pasuruan, rasanya kurang nikmat jika tidak merangkai kata untuk menyambutnya. Setidaknya ini dapat menjadi saksi sejarah transisi republik mahasiswa yang tidak termuat oleh media massa lainnya sebab faktanya kobaran api Nyala telah padam. Diawali dari sebuah pertanyaan salah satu capresma melalui pesan singkat sms yang bunyinya “jujur-juran ae yo pean kate milih nomer piro?” tentu dengan respon candanya penulis“nunggu serangan fajar” menjadi alternative jawaban. Pasalnya dalam hati penulis hanya dapat jatuh hati kepada kandidat yang releven dengan harapannya.

Interprestasi kata harapan ini bukan berarti penulis sok jual mahal dalam memberikan suara, melainkan bagaimana seyogyanya pesta demokrasi ini benar-benar kongret bukan sekedar wacana retorika belaka. Setidaknya kita juga harus selektif dan perlu sekilas membaca jejak rekam para kandidat presma maupun wapresma yang terkesan didominasi oleh kaum santri tersebut, baik yang pernah maupun sedang menjalani tanggung jawab statusnya dipesantren. Tentu ini akan memberikan peluang positif akan kemajuan kampus yang legitimasinya dibawah pondok pesantren. Bukan sekedar itu, kesamaan yang lain juga terlihat dengan kekaguman mereka pada sosok Gusdur dan Soekarno, kedua tokoh yang pernah menjadi presiden RI ini mencerminkan nasionalis religious mereka. Disamping itu Menariknya kedua capresma merupakan mahasiswa dalam fakultas sama FISIP, bahkan kedua cawapresma merupakan mahasiswa aktif di prodi teknik industri. Hal ini diharapkan mampu menjadi kekuatan tersendiri bagi keemasan republik mahasiswa selama tidak dangkal akan egoisme dengan mendevinisikan dirinya sebagai utusan kaum merah GMNI atau kuning PMII.

Menengahi antar kaum merah dan kuning tersebut dengan meminjam pernyataan Muhammad Wardianto yang menyebutkan bahwa dilingkungan Yudharta tidak ada GMNI dan PMII, yang ada adalah GMNII Gerakan Mahasiswa Nasional Islami Indonesia, yang kemudian dipertegas oleh Rifgie Arievaganza Bahwa seharusnya antar organisasi OMEK UYP PMII, GMNI tidak saling mendiskreditkan, disadari atau tidak organisasi menduduki peranan penting dalam carakter building mahasiswa dan dinamika yang ada dikampus. Sebab menurut Hanafy D’Jackson faktanya omek berdiri dalam satu tujuan, ideology, yakni ideologi hasil pemikiran, ideologi bukanlah agama baru. lah wong PMII sama GmnI itu sama saja. mempunyai eksistensi meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis.

Tentu sangat indah jika kedua kekuatan kubu ini dapat bersatu dalam bingkai Yudharta, lebih progresif lagi jika kandidat yang terpilih dapat mengintervensi omek tidak sebaliknya, minimal lebih dapat menunjukan jati dirinya sebagai Yudharta tidak hanya mengibarkan bendera merah atau kuning, saat melakukan demontrasi misalnya, tentu sangat positif jika berani mengenakan atribut Yudharta tidak hanya bersembunyi dibalik kekuatan merah atau kuning. Bukankah Demo TIDAK DIINDAHKAN bagi Mahasiswa Yudharta? Mungkin ungkapan ini sangat cocok untuk mahasiswa Apatis Kupu-Kupu akan tetapi apakah iya mahasiswa aktifis akan diam saja jika melihat kebobrokan, tindakan menyimpang, pelangaran hukum yang dilakukan oknum.

Tentu tindakan apatis ini tidak mencerminkan mahasiswa sebagai agent of change, dan agent of control social. Bahkan tidak sama sekali meniru uswatun hasanah pendiri kampus saat pelengseran KH ABDURRAHMAN WAHID sebagai orang nomor satu Tanah Air oleh lembaga legislatif. Secara kasat mata tindakan demo mencerminkan perilaku negative dimata masyarakat karena erat kaitanya dengan kerusuhan pembakaran ban, perusakan fasilitas, sarana prasarana, adanya agenda setting dan uang pesangon untuk demontran akan tetapi pasti ada demo dengan cara yang bijak dan tepat sasaran. Meski demikian penulis masih sangat bersimpati dan mengapresiasi mereka para demonstran, mendinglah dari pada melihat gerombolan mahasiswa yang diundang di stasiun Televisi, disana hanya disuruh tepuk tangan, diseting sekedar ketawa, senyum. bagi penulis perilaku tersebut bukanlah sebuah prestasi yang harus dibanggakan. Semoga RM kedepan dapat lebih baik. Amin… (mus)

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tulisan Terakhir

Advertorial