Pasuruan, Jawa Timur
Senin, 29 September 2025

Merawat Kopi, Merawat Alam: Kisah Suprapto di Lereng Alas Pinggan.

PortalArjuna.net, Pasuruan – Di kaki  gunung Arjuno –Welirang yang berselimut kabut pagi, langkah suara sepatu bot Suprapto menyatu dengan angin yang lembab menyusuri jalan setapak. Di pundaknya tergantung keranjang bambu, penuh dengan buah kopi ranum berwarna merah marun. Ia bukan sekadar petani kopi, ia adalah penjaga keseimbangan antara manusia dan alam, perawat sunyi di ladang kopi rempah Alas Pinggan, Ledug, Prigen.

Sudah lebih dari dua dekade Suprapto menggarap lahan kopi miliknya. Bersama Kelompok Tani Mitra Karya Tani, ia membudidayakan kopi jenis robusta dan arabika di lahan yang terbentuk dari tanah vulkanik yang subur. Namun, sejak tahun 2021, kiprahnya bertransformasi. Dari petani menjadi pendidik, pemandu, dan penggerak eduwisata kopi di Alas Pinggan, kawasan yang dibangun lewat program CSR PT Tirta Investama (AQUA) untuk mendukung pariwisata berbasis pemberdayaan masyarakat.

Kopi yang ditanam Suprapto punya aroma khas yakni rempah, tanah basah, dan cengkeh. Bukan karena dicampur, tetapi karena kopi yang ditanam berdampingan dengan tumbuhan herbal lain seperti jahe, kapulaga, dan pohon-pohon rindang memberikan rasa yang unik pada kopi. Alam di Alas Pinggan menciptakan “terroir” yang unik dengan cita rasa alami dari gunung, kelembapan tanah, dan kasih petani.

Namun dua tahun terakhir bukan masa yang mudah. Cuaca ekstrem mengguncang siklus panen. Hujan datang terlambat. Terik berlangsung lebih lama. Produksi kopi Ledug turun hingga 60%, seperti dilaporkan Radar Bromo (2024). Tapi Suprapto tetap bertahan. Baginya, menanam kopi adalah bentuk ibadah. “Kalau ada yang sakit, kita rawat. Bukan ditinggal,” katanya sambil tersenyum kecil.

 

Kopi Wak Karim: Secangkir Dari Hati.

Di tengah Alas Pinggan, berdirilah sebuah kedai kecil dari kayu dan bambu, Kopi Wak Karim namanya. Nama ini terinspirasi dari tokoh lokal legendaris Wak Karim yang dikenal bijak dan sederhana. Di sinilah Suprapto menyeduh hasil panennya, menyajikannya langsung kepada pengunjung.

Kopi Wak Karim bukanlah bisnis besar. Tapi ia jadi jembatan antara petani dan konsumen. Di sana, pelancong bisa menyicip kopi lanang, hasil olahan robusta lokal, dengan metode seduh manual, ditemani cerita tentang cuaca, panen, dan filosofi hidup. Tak hanya sekadar café. Bagi petani seperti Suprapto, tempat itu adalah jendela untuk mengenalkan jerih payahnya dan para petani lokal desa Ledug kepada dunia. Di sanalah pengunjung dari berbagai kalangan seperti komunitas motor trail hingga pelancong urban bisa merasakan secangkir kopi lanang yang diseduh langsung oleh tangan petani, dengan air gunung dan cerita yang tulus.

Pengalaman ini pula yang membawa kopi Ledug meraih penghargaan nasional. Tahun 2023, biji kopi dari kawasan ini menyabet Juara 3 Kontes Kopi Spesialti Indonesia (KKSI), membuktikan bahwa kopi desa tak kalah kualitas dari kopi-kopi dataran tinggi Nusantara lainnya (WartaBromo, 2023).

Lebih dari sekadar minuman, kopi bagi Suprapto adalah warisan yang mesti dijaga. Ia lahir dari proses panjang mulai dari menanam, merawat, memetik, menjemur, menggiling, menyeduh, semuanya dilakukan dengan sepenuh hati. Setiap cangkir kopi Wak Karim adalah pengingat bahwa kehidupan yang lambat dan tulus masih ada.

Alas Pinggan dan kedai kecilnya bukanlah tempat mewah. Tapi siapa pun yang pernah duduk di sana, menyeruput kopi hangat sambil memandang alam, tahu bahwa mereka sedang mengalami sesuatu yang tak bisa dibeli: keikhlasan, kerja keras, dan cinta pada tanah sendiri.

 

Author: Putri Rissyafni Noer – KWK DigiTeam.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tulisan Terakhir

Advertorial