Portalarjuna.Net, Pasuruan – Belakangan ini generasi muda khususnya Gen Z kembali menjadi bahan diskusi hangat. Topiknya bervariasi, tapi satu yang cukup mencolok adalah soal gaya hidup mereka yang dianggap jadi penghambat pencapaian finansial, termasuk dalam hal kepemilikan rumah. Salah satu kambing hitam yang ramai disebut: kopi. Konon, terlalu sering mampir ke kedai kopi bisa membuat mimpi punya rumah kian jauh. Sebagai pelaku industri kopi yang tumbuh dari komunitas lokal dan menyatu dengan budaya sehari-hari, Narasi ini bukan hanya simplistis, tetapi juga mengaburkan makna dari secangkir kopi itu sendiri.
Data justru berkata lain. Menurut survei Jakpat (2023), hanya 66% Gen Z yang mengonsumsi kopi setiap hari. Bahkan, mayoritas yakni 55% memilih menikmatinya pada momen tertentu saja, bukan sebagai rutinitas harian. Hanya segelintir, sekitar 10%, yang minum 2–3 gelas kopi per hari. Jika dibandingkan, konsumsi kopi justru lebih tinggi pada Gen X dan Milenial. Maka menyimpulkan bahwa kopi adalah penghambat kesejahteraan finansial Gen Z bukan hanya keliru, tapi juga terlalu sempit melihat peran kopi dalam keseharian anak muda.
Bagi generasi sekarang, kopi bukan sekadar minuman penunda kantuk. Ia hadir sebagai bagian dari pengalaman ruang jeda di tengah hari yang padat, medium untuk bertemu kawan lama, atau sekadar pelarian dari layar yang terus menyala. Data Jakpat juga menunjukkan bahwa hampir setengah dari Gen Z menikmati kopi sebagai bagian dari aktivitas bersosialisasi. Dari sini kita bisa melihat bahwa kopi telah menjadi bahasa sendiri bagi generasi muda; bahasa yang tak selalu harus keras, tapi penuh rasa dan makna.
Sebagai penyaji kopi, Kopi Wak Karim pun menyadari hal ini sejak lama. Bahwa di balik setiap tegukan, ada kesempatan untuk membangun kembali hubungan dengan sesama, dengan alam, dan dengan akar budaya. Karena itulah, kami terus membuka ruang untuk rasa-rasa baru, mempertemukan biji kopi dari tanah terbaik dengan sentuhan yang lebih ekspresif dan menggugah. Tapi meskipun tampil dalam bentuk yang lebih segar dan kekinian, kami tak pernah lepas dari nilai-nilai awal yang kami pegang: keberlanjutan, keadilan bagi petani, dan kecintaan pada rasa yang tumbuh dari bumi Nusantara.
Di tengah perubahan yang cepat dan selera yang makin beragam, kami tak memilih untuk melawan arus. Kami memilih untuk menyatu, memberi ruang bagi generasi muda untuk menikmati kopi sesuai caranya, tanpa merasa bersalah. Kadang mereka datang untuk secangkir dingin saat sore gerah, kadang memilih duduk diam bersama aroma klasik tubruk, kadang pula cukup melihat kisah dari mana kopi itu berasal. Dan di situlah kami hadir bukan hanya sebagai penyaji kopi, tapi sebagai penjaga makna.
Di zaman di mana banyak hal menjadi instan dan dangkal, kami percaya bahwa kopi masih bisa menjadi penanda arah. Bukan karena jumlah gelas yang dikonsumsi, tapi karena relasi yang ia bangun. Gen Z tidak takut mencoba hal baru, tapi mereka juga tak melupakan nilai. Di antara hiruk-pikuk narasi soal konsumsi dan gaya hidup, barangkali kita bisa mulai bertanya ulang: bukan soal seberapa sering mereka ngopi, tapi sejauh apa kopi bisa menjadi jembatan antara masa kini dan masa depan yang lebih baik. #DariPetaniUntukHarmoni
Author: Agus Dwi Nur Cahyo – KWK DigiTeam