Pasuruan, Jawa Timur
Senin, 23 Juni 2025

Mencoba Mencari Makna Tembang “lir-ilir” dalam Pandangan Islam

portalarjuna.net-Bagi anak-anak di daerah jawa khususnya jawa timur pasti tau mengenai tembang lir-ilir karangan salah seorang waliyullah yaitu sunan kalijaga. Tembang ini biasanya dinyanyikan oleh orang-orang tua seperti kakek/nenek kita disaat santai.

Pada zaman sekarang banyak remaja atau anak-anak kecil yang hanya menganggap tembang itu sebagai sebuah nyayian sebelum tidur. Bahkan jarang dari mereka yang hafal mengenai tembang ini karena menganggap tembang ini adalah lagu lama yang telah usang dan kalah dengan lagu-lagu pop jaman sekarang.

Salah satu anak yang diwawancarai mengenai tembang ini dimintai untuk menyanyikanya dan dia hanya hafal setengah lagu ini. “lir-ilir 2x, tandure wes sumiler, tak ijo royo-royo tak senggoh kemanten anyar 2x, cah anom – cah anom penekno blimbing kuwe, lunyu-lunyu penekno kanggem basuh dodo tiro,kanggeh mbasuh dodo tiro.” Demikian dia menyayikan tembang tersebut.

Sebenarnya jika dilihat dari kata-katanya masih banyak yang salah dalam melantunkan tembang tersebut. Tembang yang benar adalah seperti ini.

Lir-Ilir, lir-ilir

Tandure wes sumilir

Tak ijo royo-royo

Tak sengguh kemanten anyar 2x

Bocah angon – bocah angon

Penekno blimbing kuwi

Lunyu – lunyu penekno

Kanggo basuh dodo tiro 2x

Dodot iro, dodot iro

Kumitir bedah ing pinggir

Dondomono, jlumatono

Kanggo sebo mengko sore 2x

Mumpung padang rembulane

Mumpung jembar kalangane

Yo surako surak iyo

Begitulah isi yang sebenarnya dari tembang lir-ilir, mungkin jika kita menyayikannya sekali pasti hanya menganggap tembang itu tembang kuno yang tidak ada artinya, tapi hal itu akan berbeda jika orangtua kita menjelaskan mengenai arti sebenarnya tembang tersebut.

Tembang tersebut adalah syiir yang dibuat oleh sunan kalijaga agar masyarakat mau masuk Islam, Karena jaman dahulu agama Hindu dan Buddha sudah menjadi satu dengan budaya kita maka para waliyullah mencari cara agar dapat memperkenalkan islam tanpa merusak budaya sekitar.

Nuansa tembang tersebut jika di lihat memang kental dengan budaya jawa akan tetapi dalam tembang tersebut tersimpan makna islam yang kental. Seperti dalam beberapa isi tembang tersebut.

Kanggo basuh dodot iro

(maksudnya adalah membersihkan diri kita)

Kumitir bedah ing pinggir

(maksudnya adalah bahwa diri kita memiliki kesalahan meskipun sedikit dan tak terlihat oleh kita)

Dondomono, jlumatono

(maksudnya adalah perbaikilah akhlak dan kelakuan kita yang salah)

Kanggo sebo engkok sore

(maksudnya agar kita siap menghadapi kematian kita)

Itulah salah satu makna dari beberapa isi tembung tersebut, sebenarnya banyak peninggalan para wali yang memiliki makna islam yang indah. Maka dari itu kita harus tetap mengingat peninggalan dan melestarikan peninggalan para wali. (A_R)

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tulisan Terakhir

Advertorial