Pasuruan, Jawa Timur
Rabu, 24 April 2024

TINGGINYA JUMLAH SARJANA PENGANGGURAN, SIAPA YANG PATUT DISALAHKAN?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

PortalArjuna.net- Negara Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang di daerah Asia. Sudah sangat lazim mendengar kata pengangguran, mengingat jumlahnya yang kian tahun kian meningkat. Pengangguran telah menjadi fenomena yang terdengar biasa dialami oleh sebagian masyarakat, usia produktif yang seharusnya pada masa tersebut sedang sangat giat untuk melakukan pekerjaan. Jenjang pendidikan yang tinggi sekalipun tidak menjamin bagi masyarakat era digital seperti sekarang untuk mendapatkan pekerjaan, alih-alih pekerjaan yang sesuai dengan bidang sudinya. Menurut data yang diperoleh dari Official Site Badan Pusat Statistik, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai angka 6,87 Juta pada 2018. Berkaca pada fenomena yang telah disebutkan tadi, maka siapa yang dapat disalahkan dalam permasalahan ini?

Para mahasiswa yang biasa disebut dengan insan akademisi yang mengenyam tingkat pendidikan paling tinggi dalam jenjang pendidikan, selama ini terlalu terlena dengan statusnya yang kerap dipanggil sebagai manusia cerdas. Predikat ini secara tidak langsung tertanam di benak masyarakat luas bahwa mahasiswa tentu memiliki kemampuan berpikir yang lebih mumpuni dibanding dengan remaja lain yang tidak merasakan bangku kuliah. Padahal, sistem pendidikan di perguruan tinggi sekalipun masih sangat banyak disesakkan dengan kumpulan teori teori belaka. Praktik yang seharusnya sangat urgent untuk diperoleh dalam persiapan menuju kehidupan yang ‘sebenarnya’ pun sangat minim di dapat. Sistem inilah yang menjadi salah satu keterlenaan berpikir bagi mahasiswa untuk bersikap kritis, bukan berpikir kritis.

Disisi lain, pola berpikir yang dimiliki generasi muda kita, terutama mahasiswa masih berpacu pada bagaimana cara untuk ‘mendapatkan pekerjaan’, bukan bagaimana cara untuk ‘menciptakan lapangan pekerjaan’. Hal ini membuat mindset yang telah mendarah daging tersebut menjadikan persaingan ketat di sektor perindustrian Indonesia yang sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah jebolan sarjana setiap tahunnya. Seperti yang saya dan anda ketahui bersama. Mayoritas mahasiswa juga kerap mengabaikan proses ‘pendewasaan’ pengetahuan yang dapat diperoleh dari kegiatan diluar kampus seperti organisasi dan kegiatan pengembangan lainnya. Disamping itu, kegiatan tersebut juga menjadi sarana memperoleh pengalaman dan tentunya relasi.

Proses yang berdarah-darah harusnya harus dilalui dengan berbagai konsekuensi. Mahasiswa harus menggali pengetahuan, konsep berpikir, pengalaman dan banyak hal lagi selama kurang lebih empat tahun masa belajar di perguruan tinggi. Berbeda dengan realita para teman-teman mahasiswa atau mungkin penulis juga alami, bahwa kita lebih banyak bergantung pada teori dan konsep yang diberikan oleh dosen pegampuh daripada mencari kebenaran dan realitas atas teori yang kita konsumsi tersebut.

Mindset ‘pekerja’ yang kita miliki juga sedikit banyak menghambat proses berkembang kita selaku generasi penerus bangsa. Jika kita bergantung pada industri yang tersedia sekarang, maka sampai kapanpun kita akan berlomba-lomba dengan jutaan sarjana diluar sana yang juga sedang sibuk mencari pekerjaan pasca wisuda. Pola pikir mahasiswa inilah yang menyebabkan staknansi bagi perkembangan sumber daya manusia maupun indstrial di Indonesia. Jika sudah seperti ini, maka perlu adanya mind awareness bagi saya dan teman mahasiswa lainnya untuk berpikir produktif, bukan hanya berpikir namun juga merealisasikan pikiran tersebt menjadi langkah pasti. (nic)

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tulisan Terakhir

Advertorial