Pasuruan, Jawa Timur
Minggu, 5 Mei 2024

NGALAH, Pesantren NUsantara dan Islam NUsantara

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

 

Portalarjuna.net-Pertama kali penulis mendengar istilah islam NUsantara adalah ketika ikut serta  seminar nasional dalam rangka launching program pasca sarjana di Universitas Yudharta Pasuruan pada 25 Mei 2015, sebagai nara sumber hadir Prof Dr KH Said Aqil Siradj Ketua Umum PBNU. Dengan tema “Memperkuat peran Pendidikan Agama Islam Multicultural dalam rangka membendung radikalisme agama”

Setelah memaparkan panjang lebar terkait sejarah peradaban dunia sejak  Nabi Ibrahim As hingga nabi Muhammad Saw dilanjut masa sahabat yang banyak kontrofersi hingga terbunuhnya Syaidinaa Ali Krw yang dilakukan oleh Abdurrahman Bil Muljam seorang yang Shohibu nahar (ahli Puasa), qiyamul lail (sholat Malam), khafidul quran (hafal Alquran), sayangnya Ia suka mengkafirkan out grop yang tak sepaham dengannya. Beliau juga memaparkan pentingnya Ukuwah Islamiyah, Ukuwah Wathoniyah dan Ukuwah Bashoriyah serta menyampaikan visi misi KH Hasyim Asyari Pendiri Nahdlotul Ulama bahwa islam harus di perkuat dengan nasionalis, islam saja belum tentu dapat menyatukan umat harus diperkuat dengan ruh wathoniyah, semangat nasionalis, nasionalis harus diberi spirit islam. nasionalis saja kering, liberal, abangan, garingan, kalau tidak diberi nilai-nilai islam. Maka keduanya harus disinergikan.

Contoh diafganistan dan Negara Somalia seratus persen masyarakatnya islam, tapi perang terus tiada henti, mengapa demikian? karena tidak adanya semangat nasionalis/cinta tanah air, irak syuriah juga demikian. Wal hasil sudah saatnya sekarang  Islam NUsantara menjadi kiblatul muslimin bukan kiblat sholat, akan tetapi kiblat peradaban, kiblat budaya kiblat akhlaqul karima umat islam Indonesia Nahdatul ulama.  Natijahnya beliau menyampaikan bahwa islam nusantara harus dipertahankan karena merupakan islam ramah islam santun dinu al-hidayah wa rohmah bukan dinu tasyadud wa dirham. islam membawa petunjuk islam membawa rahmat islam membawah perdamain islamnya wali songo islamnya Nahdlotul Ulama.

Dalam kegiatan yang dihadiri oleh Prof Dr KH Tolha Hasan Mantan Mentri Agama era Presiden Abdur Rahman Wahid ini. Penulis mempunyai kesempatan untuk bertanya, singkatnya Bagaimana dan metode apa yang tepat diimplimentasikan dalam mewujudkan ukuwah islamiyah ditengah banyaknya khilafiyah dalam islam di Indonesia ini? Dengan spontan Kh Said menjawab kuncinya hanya satu HARUS NU SEMUA. Dengan beberapa argumentasi beliau, yang sebenarnya menimbulkan tanda tanya besar dalam benak penulis yang tak sempat tersampaikan factor keterbatasan waktu, yakni LO BERARTI MENJADI SERAGAM monoplural LAGI TIDAK BERAGAM multicultural, kalau semua menjadi NU. Tetapi setelah penulis memikirkan, juga masuk akal ketika semua menjadi warga nadiyin maka dengan muda konsep persaudaraan sesama Islam terwujud karena mempunyai pemahaman dasar fiqih, tasawuf, maupun teologi yang tidak bertentangan. Lalu Bagaimana dengan Maksud beliau dengan islam NUsantara?.

Kehausan akan pertanyaan itu lepas dahaga ketika Pendiri Universitas Yudharta Pasuruan, disela-sela akan melaksanakan sholat malam lailatul qodar 13/07/2015 di Pondok Pesantren Ngalah. Beliau menyampaikan metode Islam NUsantara itu merangkul bukan memukul, Islam NUsantara itu menasehati bukan menyakiti dan Islam NUsantara itu mengajak bukan mengejek, juga Bil hidmah bukan bil fitnah islamnya wali songo. Dengan demikian penulis sangat mendukung terwujudkan Islam NUsantara dan menjadi tema dalam muktamar NU Ke-33 di Jombang Jawa Timur karena Pondok Pesantren Ngalah Sengonagung Purwosari Pasuruan merupakan gambaran kongret islam NUsantara.

Syi’ir Kagem Romo Kyai Soleh merupakan salah satu bukti tertulis. Syiir ini selain sering dinyanyikan oleh paduan suara dalam acara wisuda, Group sholawat Darut Taqwa, El-wardah, Almustafidah, dll juga pernah dilantunkan oleh Sodik Monata dalam satu album. Liriknya sebagai berikut;

Kyai Soleh santri kendil mung diniyah

Tapi Mikir Nasib Bangsa Indonesia

Sing maksude ojok congkrah tunggal bongso

Ojok nganti lepas songko pancasila

Pondok ngalah manggone ing purwosari

Pendidikane modele campur sari

Mulo poro santri yo seng ati-ati

Cecekelan marang dawuhe kyai

Wali songo iku wali tanah jowo

Merjuangno agomo nuso lan bongso

Pondok ngalah ala sunan kali jogo

Ngelestarekno agomo lewat budoyo

Dalam sajak ini 4 baris pertama pengasuh pondok pesantren  ngalah mempunyai pandangan sebagaimana visi misi Mbah Hasyim yang telah disampiakan KH Siradj dalam seminar yang juga dihadiri tokoh-tokoh Kerukunan antar umat beragama itu.  islam harus di perkuat dengan nasionalis, islam saja belum tentu dapat menyatukan umat harus diperkuat dengan ruh wathoniyah, semangat nasionalis, nasionalis harus diberi spirit islam. nasionalis saja kering, liberal, abangan, garingan, kalau tidak diberi nilai-nilai islam. Maka keduanya harus disinergikan.

Menurut Ketua Umum PBNU bahwa istilah Islam Nusantara merujuk pada fakta sejarah penyebaran Islam di wilayah Nusantara yang disebutnya “…Dengan cara pendekatan budaya, tidak dengan doktrin yang kaku dan keras….”.  “…Islam Nusantara ini didakwahkan merangkul budaya, melestarikan budaya, menghormati budaya, tidak malah memberangus budaya…”, katanya. Dari pijakan sejarah itulah, menurutnya, NU akan terus mempertahankan karakter Islam Nusantara yaitu “…Islam yang ramah, anti radikal, inklusif dan toleran…”. Dalam NRMnews.com

Istilah ‘islam nusantara’ menurut Azyumardi Azra. Dalam website Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Dia mengatakan, “Islam Nusantara adalah Islam distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi dan vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di Indonesia. Ortodoksi Islam Nusantara (kalam Asy’ari, fikih mazhab Syafi’i, dan tasawuf Ghazali) menumbuhkan karakter wasathiyah yang moderat dan toleran. Islam Nusantara yang kaya dengan warisan Islam (Islamic legacy) menjadi harapan renaisans peradaban Islam global.

Kita bisa memahami, Ta’rif islam nusantara menurut Pak Azra di bagian pertama, Islam Nusantara adalah Islam distingtif, artinya islam yang unik. Sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi (disesuaikan keadaan pribumi) dan vernakularisasi (disesuaikan kedaerahan) Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di Indonesia.

Perhatikan bait Ngelestarekno agomo lewat budoyo,jauh sebelum istilah islam NUsantara menjadi polemic dan pembahasan serius rupanya pondok pesantren NUsantara ala sunan kali jogo ini, telah mengimplementasikan konsep tersebut dalam kehidupan syiar agama islam di NUsantara. Perhatikan nama pondok pesantrennya “NGALAH” derivasinya dari bahasa jawa, begitu juga pesantren-pesantren NUsantara lainya, PESANTREN TEBU IRENG, PESANTREN TAMBAK BERAS, PESANTREN PACUL GOWANG dll. Tidak mengunakan Bahasa Asing melainkan memakai bahasa jawa sebagai identitas pesantren. Hal ini merupakan salah satu ciri pesantren NUsantara dalam melestarikan islam NUsantara, islam perjuangan Wali Songo. Wali songo iku wali tanah jowo” “Merjuangno agomo nuso lan bongso”.

Peran budaya dan pesantren NUsantara cukup besar dalam melestraikan islam NUsantara baik berupa yang pertama,  Mentifack “ Al-Mukhafadhotu Ala’ al-qodimi Sholih Wal adu bil Zadidi ashlahk” melestarikan budaya klasik yang baik, dan menyaring/ mengambil budaya modern yang lebih baik. Pemikiran apik memang, implementasinya, Sepemahaman penulis bukan berarti islam Nusantara menolak seratus persen budaya timur tengah bukan, melainkan menyaring mana yang lebih baik. mereka masih setia menerapkan budaya arab misalnya nama penulis MUSLIM, Nama Ketua Ketua PWNU Jatim, KH Mutawakkil Alallah, Rais Syuriah PWNU, KH Ali Maschan Moesa, Nama  Ketua PBNU bahkan nama KH Abdurrahman Wahid derivasinya dari bahasa arab karena Rasuluullah menasehati untuk memberikan nama anak yang baik bukan?. Missal lagi MASJID dari bahasa arab, kitab-kitab yang diajarkan pesantren nusantara bahkan alqur’an hadist juga berbahasa arab. Jadi munafik jika bicara anti budaya Arab. Yang direject adalah budaya radikal arab menghalalkan peperangan dan kekerasan. Selama budaya arab itu baik kenapa tidak kita lestarikan, begitu pula budaya pribumi yang bertentangan apakah pantas tetap dilestarikan? Inilah konsep islam NUsantara.

Kedua, Sosiofack dalam kegiatan sosial human relation pesantren NUsantara terkenal ramah cinta perdamaian menyesuaikan situasi dan kondisi muftadol Hal dengan Metode nguwongno uwong Manusiawi, yakni menyiarkan agama dengan dibungkus budaya sehingga terkesan tidak memaksakan kehendak, tidak radikal melainkan toleransi dalam  hal muamalah atau hubungan horizontal. Sangat menghindari peperangan dan kekerasan. Lalu bagaimana dengan Mbah Hasyim yang mengeluarkan Resolusi Jihad bukankah itu dengan kekerasan?. Sebenarnya yang pantas menjawab adalah tokoh ahli sejarah namun bagaimana menurut pandangan mahasiswa the multicultural university ini? Cinta tanah air sebagaian dari iman, kenapa muncul karena untuk melestarikan islam NUsantara mengapa demikian bayangkan ketika penjajah berkuasa imposible islam terus berkembang, itu resolusi jihad bukan resolusi jahad. peperangan itu terjadi ditanah NUsantara bukan dinegri penjajah. Logikanya ini adalah bentuk pembelaan diri, bukan nafsu pribadi. Sebagaimana peperangan Zaman Rasullulooh yang selalu berada di tempat Rasullulloh bukan tempat musuh ini merupakan bukti pembelaan diri beliau bukan nafsu beliau. Maka bagaimana jika ada peperangan atas nama islam di negri sendiri dan musuhnya adalah saudara sebangsa dan setanah air bisa disimpulkan itu adalah orang-orang yang tidak tahu sejarah atau mau merubah fakta sejarah atau ingin menjadi Kholifah.

Ketiga Artefack, masjid merupakan rumah Allah, tak heran memang pesantren NUsantara menjadikan masjid sebagai tempat strategis dalam melestarikan Islam NUsantara ngaji para santri dan jamaah. Pola maupun bentuknyapun Khas akulturari budaya pribumi  beratap tiga lapis yang difilosofi dengan Syariat, thoriqoh dan hakekat. Penulispun pernah menemukan artefack masjid di pondok pesantren Darut Taqwa Gempol Pasuruan menaranya berbentuk WALLO (red Labu). Menara yang lazimnya tertuliskan lafadh ALLAH itupun disederhanakan diganti WALLO, wal hasil metode tersebut dapat menjadi perhatian dan memudakan mengajak masyarkat setempat untuk mendalami agama islam yang sebelumnya lebih mendalami ilmu kejawen. Mengapa kok WALLO kok bukan durian the king of fruit?, awal perjuangan pendiri pesantren ketika mengajarkan menyebut nama ALLAH masyarakat setempat masih pelat sulit mengucapkannya dan terdengarnya WALLO. Hal ini bukan berarti menghina atau menyamakan Allah dengan Wallo bukan, karena bagaimanapun ALLAH ADALAH KHALIQ dan WALLO ADALAH MAHLUK dan MOHAL JIKA WALLO MEMPUNYAI SIFAT-SIFAT KUASA SEPERTI ALLAH.

Di Tulis Oleh: Muslim Al Faqoth Santri Pondok Pesantren Ngalah Asal Pasrepan Pasuruan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tulisan Terakhir

Advertorial