PortalArjunaJatim-Dalam diskursus perkembangan pemikiran Islam kontemporer, isu terorisme, radikalisme agama, multikulturalisme, dan pluralisme menjadi isu penting dalam dua dasawarsa terakhir ini (Saifulloh:2014). Radikalisme yang berujung pada terorisme menjadi masalah penting bagi umat Islam Indonesia. Dua isu itu telah menyebabkan Islam dicap sebagai agama teror dan umat Islam dianggap menyukai jalan kekerasan suci untuk menyebarkan agamanya (Abu Rohmad:2012). Meskipun anggapan itu mudah dimentahkan, namun fakta bahwa pelaku teror di Indonesia adalah seorang Muslim garis keras sangat membebani psikologi umat Islam secara keseluruhan. Terlebih klaim para akademisi barat yang menyatakan bahwa doktrin kekerasan juga diajarkan dalam Al-Qur’an (Ibrahim:2002).
Saifulloh (2014) menambahkan bahwa potret lembaga keagamaan seperti pesantren pun tidak luput dari sorotan, karena di antara para oknum pelaku teror rata-rata memang pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Misalnya kasus Bom Bali I dan II yang pelakunya merupakan sebagian alumni Pesantren Ngruki, Solo. Kasus pesantren Umar bin Khattab di Bima Nusa Tenggara Barat yang dijadikan sarang radikalisme dan terorisme juga merusak citra pesantren, sehingga tidak heran banyak pengamat terorisme dan radikalisme menyebutkan bahwa pondok pesantren adalah sarang terorisme. Pendapat tersebut tentu saja tidak dapat dibenarkan, karena menggeneralisir semua lembaga pondok pesantren.
Menangapi hal tersebut pada 12 April 2008 muncul MAKLUMAT PENGASUH TENTANG ”MENGAPA PONDOK PESANTREN NGALAH DEKAT DENGAN NON MUSLIM” (1) Agar Pondok Pesantren ala NU terbukti bukan sarang teroris, karena teroris tidak berperilaku kemanusiaan (2) Supaya Masyarakat muslim dan non muslim bisa hidup rukun, damai, dan saling berdampingan (3) Biar para santri bisa berwawasan kebangsaan, tanpa membeda-bedakan dan berjiwa Rahmatan Lil ‘Alamin serta berperilaku Ukhuwah Basyariyah. Maklumat diatas menunjukan bahwa upaya deradikalisme Pesantren Ngalah sangat kongret terlebih adanya seminar kerukunan antar umat beragama 2010 silam.
Keterlibatan berbagai pihak dalam menangani masalah radikalisme dan terorisme sangat diharapkan. Tujuannya adalah untuk mempersempit ruang gerak radikalisme dan terorisme, serta kalau perlu menghilangkan sama sekali. Dalam konteks di atas, peran lembaga pendidikan, pesantren dan media massa sangat penting dalam menghentikan laju radikalisme Islam. Apa lagi embrio gerakan radikalisme tengah akan tumbuh subur, misalnya kasus teros yang dilakukan Ivan Armadi Hasugian bocah berusia 17 tahun di gereja Katolik Stasi Santo Yosep Medan (JawaPos:edisi 29/08/2016). Begitu juga yang di sampaikan Romo KH Sholeh Bahrudin 20/08/2016 saat pengajian tafsir bahwa: Tahun 1945 ke bawah selama kurang lebih 300 tahun dijajah fisiknya, tetapi sekarang datang lagi yang di jajah ideologinya bukan fisiknya yaitu asalnya berjiwa moderat artinya luwes/berjiwa pancasilais/berjiwa nasionalis sekarang dijajah dengan Radikalis/teroris/ISIS/sabu agar supaya teler. Sekarang banyak yang ikut karena keilmuannya pas-pasan mudah diserang/disebut perang dingin yaitu perang ideologi. Dalam kesempatan lain yakni Pertemuan khusus dengan santri Mu’alimin Mu’alimat 24/08, Kiai Sholeh menegaskan bahwa solusi proteksi masuknya paham radikal adalah perdalam keilmuan serta perbanyak wawasan. Sebab hari ini banyak pesantren yang sudah dimasuki paham radikal kalau sudah begini statement “Pesantren Sarang teroris” akan menjadi kenyataan. Dawuh khusus pasca Tawajuhan 30/08.
Sebagai kader Ngalah kita harus siap mengambil langkah tepat menjadi promotor deradikalisme terlebih bagaimana kita menyikapi dawuh-dawuh Pengasuh, lantas kita hubungkan dengan fenomena-fenomena problematika masyarakat dewasa ini. Sulitnya lagi kita tidak mungkin memenjarahkan orang yang berideologi radikal karena ideologi berwujud pemikiran, dan tidak menjadi persoalan publik. Sebab pada hakikatnya, apa yang muncul dalam benak atau pikiran tidak dapat diadili (kriminalisasi pemikiran) karena bukan termasuk tindak pidana. Kejahatan adalah suatu tindakan (omissi). Dalam pengertian ini, seseorang tidak dapat dihukum hanya karena pikirannya, melainkan harus ada suatu tindakan atau kealpaan dalam bertindak. Maka penulis sangat sepakat dengan solusi yang ditawarkan Romo KH Sholeh yakni (a)perdalam keilmuan: pahami betul kitab Jawabul Masail, perbanyak literatur terkait semangat nasionalis, berpendidikan minimal strata 1, dll. serta (b) perbanyak wawasan: melalui tabayun, riset, update informasi di media massa, ex: Tv9, website BNPT, Nu.online, muslimmoderat, dll, baca pula majalah Aula yang menurut Kiai Sholeh Podo ae karo Ngalah.
Ditulis Untuk Santri Pondok Pesantren Ngalah Pasuruan.